Jumat, 09 Desember 2011

Mengenal Keutamaan Sahabat Nabi

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 02.07 0 komentar
Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendalami dan mempelajari kisah-kisah salafush shalih (generasai awal Islam) serasa mengarungi lautang yang tak bertepi. Berbagai keunikan dan fenomena hidup telah mereka jalani. Kewajiban orang-orang belakangan adalah memetik pelajaran dari perjalanan kehidupan mereka, bersegera meraih kebaikan-kebaikan mereka, dan mengambil ibrah (pelajaran) dari peristiwa pahit yang menimpa mereka.

Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, pembahasan kita akan tertuju pada generasi terbaik umat ini. Merekalah manusia-manusia terbaik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menemani Rasul-Nya yang mulia. Mereka telah mengemban tugas berat untuk menumbangkan berhala, mengikis habis kesyirikan dan hanya mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merekalah lentera kehidupan, figur panutan dan sanadnya syari’at. Musuh-musuh Islam merasa gentar dengan kegigihan para sahabat. Karena syahid di medan jihad adalah salah satu tujuan hidup mereka, kemuliaan tetap mereka dapatkan baik hidup maupun mati.
Seorang bijak menuturkan “Tirulah, sekalipun kalian tidak bisa seperti mereka. Karena meniru orang-orang yang mulia adalah keberuntungan.”

DEFINISI SAHABAT

Secara bahasa, kata ash-shahabah (الصحابة) adalah bentuk plural (jamak) dari kata shahib (صاحب) atau shahabiy (صحابي) yang berarti teman sejawat.
Adapun secara istilah para ulama kita telah mendefinisikan bahwa sahabat adalah setiap orang yang bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman lalu mati di atas keimanannya tersebut sekalipun diselingi dengan kemurtadan.
KEUTAMAAN SAHABAT
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110).
Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang berhijrah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekah ke Madinah.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang benar adalah ayat ini umum mencakup seluruh umat di setiap zaman. Dan sebaik-baik mereka adalah orang-orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus bersama mereka (yaitu para sahabat), kemudian yang setelah mereka, kemudian yang setelah mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 2:83)
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu mengatakan sebuah kalimat yang sangat indah, ia mengatakan, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba, maka Dia mendapati hati Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-sebaik hati para hamba-Nya, lalu Allah memilih dan mengutusnya untuk menyampaikan syariat-Nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba setelah hati Muhammad, maka Dia mendapati hati para sahabatnya adalah sebaik-baik hati para hamba-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka para penolong nabi-Nya, memerangi musuh untuk membela agama-Nya. Apa yang baik menurut kaum muslimin (para sahabat) adalah baik menurut Allah, dan apa yang menurut kaum muslimin (para sahabat) jelek maka hal itu menurut Allah adalah jelek.” (Majmu’uz Zawaid lil Haitsumi, 1:177).
Ibnu Umar mengatakan, “Siapa saja yang ingin meneladani (seseorang), maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal dunia, merekalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sebaik-baik umat ini, paling dalam ilmunya dan paling sedikit bebannya –karena setiap ada masalah mereka bisa langsung bertanya kepada nabi-, mereka adalah suatu kaum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menemani nabi-Nya dan membawa syari’at-Nya, maka teladanilah akhlak-akhlak mereka dan jalan hidup mereka. Karena mereka para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Hilyatul Auliya, 1:205-206).

PERINTAH MENELADANI PARA SAHABAT

Banyak sekali dalil-dalil dari Alquran maupun sunah yang memerintahkan kita untuk meneladani para sahabat, di antaranya:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115).
Dan dalam hadis:
Dari Abu Burdah dari bapaknya ia berkata: “Selepas kami shalat maghrib bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami katakan, ‘Bagaimana bila kita tetap duduk di masjid dan menunggu shalat isya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka kami pun tetap duduk, hingga keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat isya. Beliau mengatakan, ‘Kalian masih tetap di sini?’ Kami katakan, ‘Wahai Rasulullah kami telah melakukan shalat maghrib bersamamu lalu kami katakan, alangkah baiknya bila kami tetap duduk di sini menunggu shalat isya bersamamu.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kalian benar.’ Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepala ke langit lalu berkata, ‘Bintang-gemintang itu adalah para penjaga langit, apabila bintang itu lenyap maka terjadilah pada langit itu apa yang telah dijanjikan, aku adalah penjaga para sahabatku, bila aku tiada maka akan menimpa mereka apa yang telah dijanjikan, dan para sahabatku adalah para penjaga umatku, apabila para sahabatku telah tiada maka akan menimpa umatku apa yang telah dijanjikan.’”(HR. Muslim 7:183).
Al-Imam An-Nawawi mengatakan, “Makna hadis di atas adalah selama bintang itu masih ada maka langit pun akan tetap ada, apabila bintang-bintang itu runtuh dan bertebaran pada hari kiamat kelak maka langit pun akan melemah dan akan terbelah dan lenyap. Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku adalah penjaga para sahabatku, bila aku tiada maka akan menimpa mereka apa yang telah dijanjikan’, yaitu akan terjadi fitnah, pertempuran, perselisihan, dan pemurtadan. Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Para sahabatku adalah para penjaga umatku, apabila para sahabatku telah tiada maka akan menimpa umatku apa yang telah dijanjikan’, maknanya akan terjadi kebid’ahan dan perkara-perkara baru dalam agama dan juga fitnah…” (Syarh Shahih Muslim, 16:83).

POTRET KECINTAAN PARA SAHABAT KEPADA RASULULLAH

  • Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari berita duka tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja seperti yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan aku melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua musibah terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
  • Seorang sahabat mulia yang keluarganya adalah Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu sekarang untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk manis bersama keluargamu..?!! Maka spontan Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah aku senang bila Muhammad sekarang tertusuk duri di tempatnya, sedang aku bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
  • Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, beliau membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, karena panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
HUKUM MENCELA SAHABAT
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. al-Ahzab: 57).
Orang-orang yang menyakiti para sahabat berarti mereka telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan siapa saja yang menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti telah menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siapa pun yang menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia adalah orang yang melakukan perbuatan dosa yang paling besar bahkan bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jangan kalian mencela sahabatku, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud maka tidaklah menyamai 1 mud mereka atau setengahnya.” (HR. Bukhari, no.3470 dan Muslim, no.2540).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Barang siapa mencela sahabatku, atasnya laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat dan manusia seluruhnya.” (HR. Thabarani dalam Mu’jamul Kabi, 12:142 dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadis Ash-Shahihah, no.2340).
Masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan kemuliaan para sahabat dan haramnya mencela apalagi mencaci para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan kewajiban kita adalah memuliakan mereka karena mereka telah memuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Inilah manhaj (metode) yang ditempuh oleh ahlus sunnah wal jama’ah. Siapa saja yang menyimpang dari metode ini berarti mereka adalah orang-orang yang tersesat dari jalan yang benar.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Termasuk hujjah (argumentasi) yang jelas adalah menyebut kebaikan-kebaikan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya, dan menahan lisan dari membicarakan keburukan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Siapa saja yang mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah satu di antara mereka, mencacat dan mencela mereka, membongkar aib mereka atau salah satu dari mereka maka dia adalah mubtadi (bukanlah ahlussunnah), rafidhi (Syi’ah) yang berpemikiran menyimpang. Mencintai para sahabat adalah sunah, mendoakan kebaikan untuk mereka adalah amalan ketaatan, meneladani mereka adalah perantara (ridha-Nya), mengikuti jejak mereka adalah kemuliaan. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik, tidak dibenarkan bagi seorang pun menyebut-menyebut kejelekan mereka, tidak pula mencacat atau mencela dan membicarakan aib salah satu di antara mereka.” Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 01 Tahun ke-10 1431/2010
Artikel www.KisahMuslim.com

Bukan Sembarang Garis

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 02.06 0 komentar
Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Selepas mengerjakan shalat ‘Isya’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling dan meraih tangan Abdullah bin Mas’ud lalu membawanya keluar hingga sampai di Baththaa’ Makkah (tanah lapang luas di kota Makkah). Beliau memerintahkannya duduk dan membatasinya dengan garis lalu bersabda, “Tetaplah engkau di garis itu, karena akan ada beberapa orang yang mendatangimu. Janganlah engkau ajak bicara karena mereka juga tidak akan mengajakmu bicara.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat ke tempat yang beliau kehendaki. Abdullah bin Mas’ud melanjutkan ceritanya, ”Ketika aku duduk di garisku tersebut datanglah beberapa orang lelaki yang warna kulit dan rambutnya hitam seperti ter (aspal, ed.). Sampai-sampai aku tidak dapat melihat aurat dan kulit mereka. Mereka mendatangiku namun tidak melewati garis tersebut. Kemudian mereka pergi ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi. Di akhir malam datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku sementara aku masih tetap duduk di atas garisku. Beliau bersabda, “Aku tidak tidur semalaman ini!” Beliau duduk bersamaku di garis tersebut kemudian menyandarkan kepalanya di pahaku lalu tidur. Beliau biasanya mendengkur kalau tidur. Ketika aku duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidur berbantalkan pahaku tiba-tiba datanglah beberapa orang lelaki yang mengenakan pakaian putih. Masya Allah, wajah mereka sangat tampan. Mereka mendatangiku. Sebagian dari mereka duduk di dekat kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sebagian lagi dekat kaki beliau. Kemudian mereka saling berbincang, “Belum pernah kita melihat seorang hamba diberi karunia seperti karunia yang diberikan kepada nabi ini, kedua matanya tertidur namun hatinya terjaga. Buatlah perumpamaan bagi dirinya! Perumpamaan seorang tuan yang membangun istana kemudian menyajikan hidangan lalu mengundang orang-orang untuk makan dan minum dari hidangan tersebut. Barang siapa yang memenuhi undangannya maka ia dapat makan dan minum dari hidangannya itu. Dan barang siapa yang tidak memenuhinya maka ia akan disiksa atau diazab.” Kemudian mereka menghilang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun terbangun dan berkata, “Apakah engkau mendengar apa yang mereka katakana? Tahukah engkau engkau siapa mereka?”
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Jawabku.
“Mereka adalah malaikat, lalu tahukah kamu perumpamaan yang mereka buat?”  Tanya Rasul lagi.
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya!” Jawabku.
Beliau berkata, “Perumpamaan yang mereka buat adalah Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan surga dan mengajak hamba-hamba-Nya kepadanya. Barang siapa memenuhi ajakan-Nya maka ia akan masuk ke dalam surga dan barang siapa tidak memenuhi ajakan-Nya maka ia akan disiksa atau diazab.”
Ada kisah lain yang hampir sama dengan kisah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di atas. Yaitu kisah Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka berdua, dari Abu Dzar al- Ghifari radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ketika aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di jalan kota Madinah menuju Uhud beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar!”
Labbaika, ya Rasulullah.” Jawabku.
Nabi bersabda, “Aku tidak senang sekiranya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu setelah tiga hari masih tertinggal satu dinar padaku selain untuk membayar hutang. Aku pasti membagi-bagikannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini.” Beliau membentangkan tangannya ke kanan dan ke kiri, kemudian ke belakang. Kemudian beliau berjalan dan bersabda, “Ingatlah, orang yang banyak harta itu yang paling sedikit pahalanya di akhirat, kecuali yang menyedekahkan hartanya ke kanan, ke kiri, ke muka, dan ke belakang. Tapi sedikit sekali orang berharta yang mau seperti ini.”
Kemudian beliau berpesan kepadaku, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana hingga aku kembali.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi di kegelapan malam hingga lenyap dari pandangan. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam aku mendengar gemuruh dari arah beliau pergi. Aku khawatir jika ada bahaya yang menghadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ingin rasanya aku menyusul beliau! Tapi aku ingat pesan beliau, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana!”
Akhirnya beliau kembali. Aku menceritakan tentang suara gemuruh yang kudengar dan kekhawatiranku terhadap keselamatan beliau. Aku menceritakan semuanya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, ”Itu adalah malaikat Jibril ‘alaihissalam. Ia menyampaikan kepadaku, “Barang siapa di antara umatmu yang mati dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu sesuatupun, maka ia pasti akan masuk surga.
Aku bertanya, “Meskipun ia berzina dan mencuri?”
“Meskipun ia berzina dan mencuri!” Jawab Beliau. (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Kaitannya dengan dua riwayat di atas kita sampaikan satu kisah tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam kisah kali ini juga terdapat keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang melalui tangannya Allah memelihara dan menolong agama-Nya setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hingga Abu Hurairah berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, sekiranya Abu Bakar tidak diangkat menjadi khalifah (sepeninggal Rasul) niscaya Allah tidak lagi disembah!” Ia mengatakannya kedua dan yang ketiga. Lalu dikatakan kepadanya, ”Tahan (ucapanmu) hai Abu Hurairah!” Lalu Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid ke negeri Syam. Ketika mereka tiba di Dzi Khasyab terdengarlah berita wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan murtadnya kabilah-kabilah Arab di sekitar kota Madinah. Maka berkumpullah sahabat-sahabat nabi menghadapi Abu Bakar, mereka berkata, “Wahai Abu Bakar, perintahkanlah pasukan yang dikirim ke negeri Syam supaya mereka kembali. Apakah engkau membiarkan mereka menghadapi tentara Romawi sementara orang-orang Arab di sekitar Madinah telah murtad!”
Maka beliau berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan yang hak selain Dia, sekiranya sekumpulan anjing menarik kaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidaklah aku menarik kembali pasukan yang telah dikirim oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidaklah aku menurunkan bendera yang dipancangkan oleh beliau!”
Maka beliau tetap mengirim Usamah beserta pasukannya ke negeri Syam. Dan setiap kali melewati kabilah Arab yang ingin murtad pastilah kabilah itu berkata, “Sekiranya mereka (kaum muslimin) tidak memiliki kekuatan tentu tidaklah mengirim pasukan sebesar ini untuk menghadapi tentara Romawi!” Kita biarkan saja mereka hingga berhadapan dengan tentara Romawi!”
Maka bertemulah pasukan Usamah dengan tentara Romawi. Setelah melalui pertempuran yang sengit akhirnya pasukan Usamah dapat mengalahkan tentara Romawi, menghabisi mereka dan dapat kembali dengan selamat. Melihat itu kabilah-kabilah Arab yang semula ingin murtad kembali teguh keislamannya!”
Pelajaran Kisah
  1. Kepatuhan dengan arahan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hal yang mutlak dilakukan oleh setiap muslim. Para shahabat adalah yang patut kita contoh dalam hal ini.
  2. Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak perlu diakal-akali. Sekali mendengar, hendaknya langsung ditaati. Cobalah renungkan garis yang dibuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di depan dua shahabatnya tersebut. Secara akal tentu tidak akan dapat dicerna, menunggu di belakang garis hingga nabi datang. Namun mereka tetap taat. Di saat lain keteguhan Abu Bakar dalam menunaikan titah nabi juga sangat spektakuler di saat genting seperti itu. Beliau begitu teguh pendirian dalam menjalankannya.
  3. Jalan kebenaran dan kebahagiaan adalah dengan selalu memegang sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kapan dan dimanapun kita berada.
  4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling mulia, bahkan di mata para malaikat Allah.
  5. Seluruh umat Islam selama tidak melakukan syirik, akan dimasukkan ke dalam surga
  6. Allah akan memberikan pertolongan kepada kita, saat kita mau menolong (agama)-Nya. Dengan cara berpegang teguh dengan ajaran-ajaran Islam secara murni sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sumber:  Majalah Al-‘Ibar, edisi III
Artikel www.KisahMuslim.com

tak mampu membendung kebesaran dari keinginanmu

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 01.56 0 komentar
Engkau yang tak mampu membendung kebesaran dari keinginanmu, resapilah ini ...

Upaya untuk mencapai langit, menjadikanmu cemerlang.

Upaya untuk membahagiakan hati sesama, menjadikanmu bijak.

Dan jika kecemerlanganmu adalah untuk kebahagiaan sesamamu, engkau akan dibebaskan dari kesulitanmu, dibesarkan rezekimu, diharumkan namamu, diluaskan pengaruhmu, dan dibahagiakan dalam keluarga yang mesra dan rukun.

Mario Teguh - Loving you all as always

------------------

Janganlah kau hilangkan kasih sayang

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 01.55 0 komentar
Janganlah kau hilangkan kasih sayang dalam upayamu membangun keberhasilan.

Orang bisa menjadi kaya raya tanpa kasih sayang, tapi tak mungkin damai dan berbahagia.

Orang bisa menjadi raja tanpa kasih sayang, tapi tak mungkin dekat dan dihormati oleh rakyatnya.

Orang bisa menjadi tersohor tanpa kasih sayang, tapi pasti bersedih dalam kesendiriannya yang sepi.

Kasih sayang adalah pemasti kebaikan hatimu di dalam kejayaan atau dalam masa-masa yang menguji kesabaranmu.

Sekarang ...

Tersenyumlah, dan rasakan bagaimana teduhnya rona wajahmu, jika hatimu penuh kasih sayang.

Mario Teguh - Loving you all as always

Akuilah

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 01.53 0 komentar
Sahabat saya yang baik hatinya,

Akuilah dengan seluruh ketulusan di hati Anda, bahwa ...

Anda adalah pribadi yang bersungguh-sungguh untuk membangun kemampuan yang memantaskan diri bagi kehebatan yang Anda idamkan.

Anda memampukan diri untuk bekerja dengan keprimaan, dalam keadaan apa pun, dan walau apa pun.

Katakanlah,

Saya akan ijinkan penolakan, menerima perendahan, dan bahkan akan saya ikhlaskan penghinaan kepada saya,
kalau itu akan menjadikan saya bersungguh-sungguh untuk memuliakan diri saya.

Mario Teguh - Loving you all as always

DAMAI WALAU DIREMEHKAN

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 01.52 0 komentar
DAMAI WALAU DIREMEHKAN

Sahabatku yang baik hatinya, niatkanlah ini …

Tuhanku Yang Maha Berkuasa,

Aku tahu bahwa tak ada apa dan siapa pun
yang bisa merendahkanku,
jika Engkau berkehendak meninggikanku,
dan demikian juga jika Engkau ingin merendahkanku.

Sesungguhnya ketinggian derajatku
ditentukan oleh kebeningan hatiku,
kejernihan pikiranku, dan keindahan perilakuku.

Dan aku mengerti,
bahwa orang yang meremehkanku itu -
Engkau kirim untuk menguji keberserahanku kepadaMu.

Karena, jika aku masih berharap kepada selainMu,
aku akan marah dan kecil hati
karena seolah ada orang yang bisa merendahkanku tanpa ijinMu.

Aku mencintaiMu, berharap hanya kepadaMu,
dan sepenuhnya berserah kepadaMu,
maka aku mohon Engkau memberhasilkan aku hari ini
untuk menjadi pribadi yang tetap damai walau diremehkan.

Aku hidup dalam rencana Tuhan. Aku tidak remeh.

Aamiin

--------------------------

Jika karena kesibukan,
Anda tidak sempat menuliskan ‘Aamiin’,
Anda dapat me-‘Like’ status ini
sebagai tanda kesertaan Anda
dalam doa dan harapan kita bersama
hari ini.

Terima kasih dan salam super,

Mario Teguh – Loving you all as always

Kamis, 08 Desember 2011

mario teguh

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 00.55 0 komentar
Engkau yang muda dan besar impiannya,
tapi yang sedang digalaukan
oleh ketidak-pastian masa depannya,
dengarlah ini …

Jagalah impianmu tetap besar,
jadikanlah hatimu lebih kuat daripada keraguanmu,
pastikanlah kesungguhan kerjamu juga sebesar impianmu,
dan ikhlaslah bekerja keras dan jujur
dalam pekerjaan yang sederhana,
tapi yang menuntunmu menuju impianmu.

Syukurilah kesederhanaan dalam diri dan pekerjaanmu,
karena rasa syukurmu adalah penghubung
antara kerja kerasmu dengan kemurahan Tuhan Yang Maha Kaya.

Jujurlah, rajinlah, dan bersabarlah.

Engkau akan sampai.

Mario Teguh - Loving you all as always

monic

Diposting oleh Sri Yoshi Wahyuni di 00.46 0 komentar

Jumat, 09 Desember 2011

Mengenal Keutamaan Sahabat Nabi

Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, mendalami dan mempelajari kisah-kisah salafush shalih (generasai awal Islam) serasa mengarungi lautang yang tak bertepi. Berbagai keunikan dan fenomena hidup telah mereka jalani. Kewajiban orang-orang belakangan adalah memetik pelajaran dari perjalanan kehidupan mereka, bersegera meraih kebaikan-kebaikan mereka, dan mengambil ibrah (pelajaran) dari peristiwa pahit yang menimpa mereka.

Pembaca yang dirahmati Allah Subhanahu wa Ta’ala, pembahasan kita akan tertuju pada generasi terbaik umat ini. Merekalah manusia-manusia terbaik yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menemani Rasul-Nya yang mulia. Mereka telah mengemban tugas berat untuk menumbangkan berhala, mengikis habis kesyirikan dan hanya mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Merekalah lentera kehidupan, figur panutan dan sanadnya syari’at. Musuh-musuh Islam merasa gentar dengan kegigihan para sahabat. Karena syahid di medan jihad adalah salah satu tujuan hidup mereka, kemuliaan tetap mereka dapatkan baik hidup maupun mati.
Seorang bijak menuturkan “Tirulah, sekalipun kalian tidak bisa seperti mereka. Karena meniru orang-orang yang mulia adalah keberuntungan.”

DEFINISI SAHABAT

Secara bahasa, kata ash-shahabah (الصحابة) adalah bentuk plural (jamak) dari kata shahib (صاحب) atau shahabiy (صحابي) yang berarti teman sejawat.
Adapun secara istilah para ulama kita telah mendefinisikan bahwa sahabat adalah setiap orang yang bertemu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam keadaan beriman lalu mati di atas keimanannya tersebut sekalipun diselingi dengan kemurtadan.
KEUTAMAAN SAHABAT
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللهِ
Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imron: 110).
Abdullah bin Abbas radhiallahu’anhu mengatakan, “Mereka adalah orang-orang yang berhijrah bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dari Mekah ke Madinah.”
Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang benar adalah ayat ini umum mencakup seluruh umat di setiap zaman. Dan sebaik-baik mereka adalah orang-orang yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus bersama mereka (yaitu para sahabat), kemudian yang setelah mereka, kemudian yang setelah mereka.” (Tafsir Ibnu Katsir 2:83)
Sahabat Ibnu Mas’ud radhiallahu’anhu mengatakan sebuah kalimat yang sangat indah, ia mengatakan, “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba, maka Dia mendapati hati Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-sebaik hati para hamba-Nya, lalu Allah memilih dan mengutusnya untuk menyampaikan syariat-Nya. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala melihat hati para hamba setelah hati Muhammad, maka Dia mendapati hati para sahabatnya adalah sebaik-baik hati para hamba-Nya, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan mereka para penolong nabi-Nya, memerangi musuh untuk membela agama-Nya. Apa yang baik menurut kaum muslimin (para sahabat) adalah baik menurut Allah, dan apa yang menurut kaum muslimin (para sahabat) jelek maka hal itu menurut Allah adalah jelek.” (Majmu’uz Zawaid lil Haitsumi, 1:177).
Ibnu Umar mengatakan, “Siapa saja yang ingin meneladani (seseorang), maka teladanilah orang-orang yang telah meninggal dunia, merekalah para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka sebaik-baik umat ini, paling dalam ilmunya dan paling sedikit bebannya –karena setiap ada masalah mereka bisa langsung bertanya kepada nabi-, mereka adalah suatu kaum yang Allah Subhanahu wa Ta’ala pilih untuk menemani nabi-Nya dan membawa syari’at-Nya, maka teladanilah akhlak-akhlak mereka dan jalan hidup mereka. Karena mereka para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh mereka berada di atas petunjuk yang lurus.” (Hilyatul Auliya, 1:205-206).

PERINTAH MENELADANI PARA SAHABAT

Banyak sekali dalil-dalil dari Alquran maupun sunah yang memerintahkan kita untuk meneladani para sahabat, di antaranya:
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
وَمَن يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِن بَعْدِ مَاتَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَاتَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَآءَتْ مَصِيرًا
Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. An-Nisa: 115).
Dan dalam hadis:
Dari Abu Burdah dari bapaknya ia berkata: “Selepas kami shalat maghrib bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kami katakan, ‘Bagaimana bila kita tetap duduk di masjid dan menunggu shalat isya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.’ Maka kami pun tetap duduk, hingga keluarlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk shalat isya. Beliau mengatakan, ‘Kalian masih tetap di sini?’ Kami katakan, ‘Wahai Rasulullah kami telah melakukan shalat maghrib bersamamu lalu kami katakan, alangkah baiknya bila kami tetap duduk di sini menunggu shalat isya bersamamu.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, ‘Kalian benar.’ Lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kepala ke langit lalu berkata, ‘Bintang-gemintang itu adalah para penjaga langit, apabila bintang itu lenyap maka terjadilah pada langit itu apa yang telah dijanjikan, aku adalah penjaga para sahabatku, bila aku tiada maka akan menimpa mereka apa yang telah dijanjikan, dan para sahabatku adalah para penjaga umatku, apabila para sahabatku telah tiada maka akan menimpa umatku apa yang telah dijanjikan.’”(HR. Muslim 7:183).
Al-Imam An-Nawawi mengatakan, “Makna hadis di atas adalah selama bintang itu masih ada maka langit pun akan tetap ada, apabila bintang-bintang itu runtuh dan bertebaran pada hari kiamat kelak maka langit pun akan melemah dan akan terbelah dan lenyap. Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aku adalah penjaga para sahabatku, bila aku tiada maka akan menimpa mereka apa yang telah dijanjikan’, yaitu akan terjadi fitnah, pertempuran, perselisihan, dan pemurtadan. Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Para sahabatku adalah para penjaga umatku, apabila para sahabatku telah tiada maka akan menimpa umatku apa yang telah dijanjikan’, maknanya akan terjadi kebid’ahan dan perkara-perkara baru dalam agama dan juga fitnah…” (Syarh Shahih Muslim, 16:83).

POTRET KECINTAAN PARA SAHABAT KEPADA RASULULLAH

  • Seorang shahabiyah (sahabat wanita) mulia, yang bapaknya, saudaranya dan suaminya terbunuh di Perang Uhud tatkala dikabari berita duka tersebut justru ia malah bertanya bagaimana keadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu dikatakan kepadanya, “Beliau (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) baik-baik saja seperti yang engkau harapkan.” Dia menjawab, “Biarkan aku melihatnya.” Tatkala ia melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dia mengatakan, “Sungguh semua musibah terasa ringan wahai Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali bila hal itu menimpamu.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 2:99).
  • Seorang sahabat mulia yang keluarganya adalah Quraisy, ia ditangkap oleh Quraisy untuk dibunuh, maka berkata Abu Sufyan berkata kepadanya, “Wahai Zaid, semoga Allah menguatkanmu, apakah engkau senang bila Muhammad menggantikan posisimu sekarang untuk dipenggal kepalanya sedang engkau duduk manis bersama keluargamu..?!! Maka spontan Zaid menjawab, “Demi Allah, sungguh tidakkah aku senang bila Muhammad sekarang tertusuk duri di tempatnya, sedang aku bersenang-senang bersama keluargaku.” Abu Sufyan pun mengatakan, “Saya tidak melihat seorang pun yang kecintaannya melebihi kecintaan sahabat-sahabat Muhammad kepada Muhammad.” (Sirah Nabawiyyah Libni Hisyam, 3:160).
  • Abu Thalhah radhiallahu’anhu pada waktu Perang Uhud, beliau membabi buta melemparkan panah-panah ke arah musuh hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat ada sedikit rasa iba kepada musuh. Maka Abu Thalhah radhiallahu’anhu, “Demi bapak dan ibuku yang jadi tebusanmu, wahai Rasulullah, jangan engkau merasa iba dengan mereka, karena panah-panah mereka telah melukai dan menusukmu, sesungguhnya leherku jadi tameng lehermu.” (HR. Bukhari, no.3600 dan Muslim, no.1811).
HUKUM MENCELA SAHABAT
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ يُؤْذُونَ اللهَ وَرَسُولَهُ لَعَنَهُمُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَاْلأَخِرَةِ وَأَعَدَّ لَهُمْ عَذَابًا مُّهِينًا
Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.” (QS. al-Ahzab: 57).
Orang-orang yang menyakiti para sahabat berarti mereka telah menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan siapa saja yang menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berarti telah menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala dan siapa pun yang menyakiti Allah Subhanahu wa Ta’ala maka dia adalah orang yang melakukan perbuatan dosa yang paling besar bahkan bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Jangan kalian mencela sahabatku, seandainya salah seorang di antara kalian menginfakkan emas sebesar Gunung Uhud maka tidaklah menyamai 1 mud mereka atau setengahnya.” (HR. Bukhari, no.3470 dan Muslim, no.2540).
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
Barang siapa mencela sahabatku, atasnya laknat Allah Subhanahu wa Ta’ala, para malaikat dan manusia seluruhnya.” (HR. Thabarani dalam Mu’jamul Kabi, 12:142 dihasankan oleh Al-Albani dalam Silsilah Ahadis Ash-Shahihah, no.2340).
Masih banyak lagi dalil-dalil yang menunjukkan kemuliaan para sahabat dan haramnya mencela apalagi mencaci para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan kewajiban kita adalah memuliakan mereka karena mereka telah memuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Inilah manhaj (metode) yang ditempuh oleh ahlus sunnah wal jama’ah. Siapa saja yang menyimpang dari metode ini berarti mereka adalah orang-orang yang tersesat dari jalan yang benar.
Al-Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan, “Termasuk hujjah (argumentasi) yang jelas adalah menyebut kebaikan-kebaikan para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seluruhnya, dan menahan lisan dari membicarakan keburukan mereka dan perselisihan yang terjadi di antara mereka. Siapa saja yang mencela para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau salah satu di antara mereka, mencacat dan mencela mereka, membongkar aib mereka atau salah satu dari mereka maka dia adalah mubtadi (bukanlah ahlussunnah), rafidhi (Syi’ah) yang berpemikiran menyimpang. Mencintai para sahabat adalah sunah, mendoakan kebaikan untuk mereka adalah amalan ketaatan, meneladani mereka adalah perantara (ridha-Nya), mengikuti jejak mereka adalah kemuliaan. Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah manusia terbaik, tidak dibenarkan bagi seorang pun menyebut-menyebut kejelekan mereka, tidak pula mencacat atau mencela dan membicarakan aib salah satu di antara mereka.” Wallahu a’lam.
Sumber: Majalah Al-Furqon, Edisi 01 Tahun ke-10 1431/2010
Artikel www.KisahMuslim.com

Bukan Sembarang Garis

Diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, “Selepas mengerjakan shalat ‘Isya’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpaling dan meraih tangan Abdullah bin Mas’ud lalu membawanya keluar hingga sampai di Baththaa’ Makkah (tanah lapang luas di kota Makkah). Beliau memerintahkannya duduk dan membatasinya dengan garis lalu bersabda, “Tetaplah engkau di garis itu, karena akan ada beberapa orang yang mendatangimu. Janganlah engkau ajak bicara karena mereka juga tidak akan mengajakmu bicara.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berangkat ke tempat yang beliau kehendaki. Abdullah bin Mas’ud melanjutkan ceritanya, ”Ketika aku duduk di garisku tersebut datanglah beberapa orang lelaki yang warna kulit dan rambutnya hitam seperti ter (aspal, ed.). Sampai-sampai aku tidak dapat melihat aurat dan kulit mereka. Mereka mendatangiku namun tidak melewati garis tersebut. Kemudian mereka pergi ke arah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi. Di akhir malam datanglah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menemuiku sementara aku masih tetap duduk di atas garisku. Beliau bersabda, “Aku tidak tidur semalaman ini!” Beliau duduk bersamaku di garis tersebut kemudian menyandarkan kepalanya di pahaku lalu tidur. Beliau biasanya mendengkur kalau tidur. Ketika aku duduk dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidur berbantalkan pahaku tiba-tiba datanglah beberapa orang lelaki yang mengenakan pakaian putih. Masya Allah, wajah mereka sangat tampan. Mereka mendatangiku. Sebagian dari mereka duduk di dekat kepala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan sebagian lagi dekat kaki beliau. Kemudian mereka saling berbincang, “Belum pernah kita melihat seorang hamba diberi karunia seperti karunia yang diberikan kepada nabi ini, kedua matanya tertidur namun hatinya terjaga. Buatlah perumpamaan bagi dirinya! Perumpamaan seorang tuan yang membangun istana kemudian menyajikan hidangan lalu mengundang orang-orang untuk makan dan minum dari hidangan tersebut. Barang siapa yang memenuhi undangannya maka ia dapat makan dan minum dari hidangannya itu. Dan barang siapa yang tidak memenuhinya maka ia akan disiksa atau diazab.” Kemudian mereka menghilang, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun terbangun dan berkata, “Apakah engkau mendengar apa yang mereka katakana? Tahukah engkau engkau siapa mereka?”
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya.” Jawabku.
“Mereka adalah malaikat, lalu tahukah kamu perumpamaan yang mereka buat?”  Tanya Rasul lagi.
“Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahuinya!” Jawabku.
Beliau berkata, “Perumpamaan yang mereka buat adalah Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan surga dan mengajak hamba-hamba-Nya kepadanya. Barang siapa memenuhi ajakan-Nya maka ia akan masuk ke dalam surga dan barang siapa tidak memenuhi ajakan-Nya maka ia akan disiksa atau diazab.”
Ada kisah lain yang hampir sama dengan kisah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu di atas. Yaitu kisah Abu Dzar al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu. Diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari dan Muslim dalam Shahih mereka berdua, dari Abu Dzar al- Ghifari radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Ketika aku berjalan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di jalan kota Madinah menuju Uhud beliau bersabda, “Wahai Abu Dzar!”
Labbaika, ya Rasulullah.” Jawabku.
Nabi bersabda, “Aku tidak senang sekiranya aku memiliki emas sebesar gunung Uhud lalu setelah tiga hari masih tertinggal satu dinar padaku selain untuk membayar hutang. Aku pasti membagi-bagikannya kepada hamba-hamba Allah seperti ini.” Beliau membentangkan tangannya ke kanan dan ke kiri, kemudian ke belakang. Kemudian beliau berjalan dan bersabda, “Ingatlah, orang yang banyak harta itu yang paling sedikit pahalanya di akhirat, kecuali yang menyedekahkan hartanya ke kanan, ke kiri, ke muka, dan ke belakang. Tapi sedikit sekali orang berharta yang mau seperti ini.”
Kemudian beliau berpesan kepadaku, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana hingga aku kembali.”
Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pergi di kegelapan malam hingga lenyap dari pandangan. Sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam aku mendengar gemuruh dari arah beliau pergi. Aku khawatir jika ada bahaya yang menghadang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, ingin rasanya aku menyusul beliau! Tapi aku ingat pesan beliau, “Tetaplah di tempatmu, jangan pergi kemana-mana!”
Akhirnya beliau kembali. Aku menceritakan tentang suara gemuruh yang kudengar dan kekhawatiranku terhadap keselamatan beliau. Aku menceritakan semuanya kepada beliau. Lalu beliau bersabda, ”Itu adalah malaikat Jibril ‘alaihissalam. Ia menyampaikan kepadaku, “Barang siapa di antara umatmu yang mati dengan tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu sesuatupun, maka ia pasti akan masuk surga.
Aku bertanya, “Meskipun ia berzina dan mencuri?”
“Meskipun ia berzina dan mencuri!” Jawab Beliau. (HR. Muttafaqun ‘Alaih)
Kaitannya dengan dua riwayat di atas kita sampaikan satu kisah tentang Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dalam kisah kali ini juga terdapat keutamaan Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang melalui tangannya Allah memelihara dan menolong agama-Nya setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hingga Abu Hurairah berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan yang berhak disembah melainkan Dia, sekiranya Abu Bakar tidak diangkat menjadi khalifah (sepeninggal Rasul) niscaya Allah tidak lagi disembah!” Ia mengatakannya kedua dan yang ketiga. Lalu dikatakan kepadanya, ”Tahan (ucapanmu) hai Abu Hurairah!” Lalu Abu Hurairah berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengerahkan pasukan yang dipimpin oleh Usamah bin Zaid ke negeri Syam. Ketika mereka tiba di Dzi Khasyab terdengarlah berita wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan murtadnya kabilah-kabilah Arab di sekitar kota Madinah. Maka berkumpullah sahabat-sahabat nabi menghadapi Abu Bakar, mereka berkata, “Wahai Abu Bakar, perintahkanlah pasukan yang dikirim ke negeri Syam supaya mereka kembali. Apakah engkau membiarkan mereka menghadapi tentara Romawi sementara orang-orang Arab di sekitar Madinah telah murtad!”
Maka beliau berkata, “Demi Allah yang tiada tuhan yang hak selain Dia, sekiranya sekumpulan anjing menarik kaki Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidaklah aku menarik kembali pasukan yang telah dikirim oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, tidaklah aku menurunkan bendera yang dipancangkan oleh beliau!”
Maka beliau tetap mengirim Usamah beserta pasukannya ke negeri Syam. Dan setiap kali melewati kabilah Arab yang ingin murtad pastilah kabilah itu berkata, “Sekiranya mereka (kaum muslimin) tidak memiliki kekuatan tentu tidaklah mengirim pasukan sebesar ini untuk menghadapi tentara Romawi!” Kita biarkan saja mereka hingga berhadapan dengan tentara Romawi!”
Maka bertemulah pasukan Usamah dengan tentara Romawi. Setelah melalui pertempuran yang sengit akhirnya pasukan Usamah dapat mengalahkan tentara Romawi, menghabisi mereka dan dapat kembali dengan selamat. Melihat itu kabilah-kabilah Arab yang semula ingin murtad kembali teguh keislamannya!”
Pelajaran Kisah
  1. Kepatuhan dengan arahan dan petunjuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah hal yang mutlak dilakukan oleh setiap muslim. Para shahabat adalah yang patut kita contoh dalam hal ini.
  2. Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak perlu diakal-akali. Sekali mendengar, hendaknya langsung ditaati. Cobalah renungkan garis yang dibuat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di depan dua shahabatnya tersebut. Secara akal tentu tidak akan dapat dicerna, menunggu di belakang garis hingga nabi datang. Namun mereka tetap taat. Di saat lain keteguhan Abu Bakar dalam menunaikan titah nabi juga sangat spektakuler di saat genting seperti itu. Beliau begitu teguh pendirian dalam menjalankannya.
  3. Jalan kebenaran dan kebahagiaan adalah dengan selalu memegang sunnah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam kapan dan dimanapun kita berada.
  4. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling mulia, bahkan di mata para malaikat Allah.
  5. Seluruh umat Islam selama tidak melakukan syirik, akan dimasukkan ke dalam surga
  6. Allah akan memberikan pertolongan kepada kita, saat kita mau menolong (agama)-Nya. Dengan cara berpegang teguh dengan ajaran-ajaran Islam secara murni sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Sumber:  Majalah Al-‘Ibar, edisi III
Artikel www.KisahMuslim.com

tak mampu membendung kebesaran dari keinginanmu

Engkau yang tak mampu membendung kebesaran dari keinginanmu, resapilah ini ...

Upaya untuk mencapai langit, menjadikanmu cemerlang.

Upaya untuk membahagiakan hati sesama, menjadikanmu bijak.

Dan jika kecemerlanganmu adalah untuk kebahagiaan sesamamu, engkau akan dibebaskan dari kesulitanmu, dibesarkan rezekimu, diharumkan namamu, diluaskan pengaruhmu, dan dibahagiakan dalam keluarga yang mesra dan rukun.

Mario Teguh - Loving you all as always

------------------

Janganlah kau hilangkan kasih sayang

Janganlah kau hilangkan kasih sayang dalam upayamu membangun keberhasilan.

Orang bisa menjadi kaya raya tanpa kasih sayang, tapi tak mungkin damai dan berbahagia.

Orang bisa menjadi raja tanpa kasih sayang, tapi tak mungkin dekat dan dihormati oleh rakyatnya.

Orang bisa menjadi tersohor tanpa kasih sayang, tapi pasti bersedih dalam kesendiriannya yang sepi.

Kasih sayang adalah pemasti kebaikan hatimu di dalam kejayaan atau dalam masa-masa yang menguji kesabaranmu.

Sekarang ...

Tersenyumlah, dan rasakan bagaimana teduhnya rona wajahmu, jika hatimu penuh kasih sayang.

Mario Teguh - Loving you all as always

Akuilah

Sahabat saya yang baik hatinya,

Akuilah dengan seluruh ketulusan di hati Anda, bahwa ...

Anda adalah pribadi yang bersungguh-sungguh untuk membangun kemampuan yang memantaskan diri bagi kehebatan yang Anda idamkan.

Anda memampukan diri untuk bekerja dengan keprimaan, dalam keadaan apa pun, dan walau apa pun.

Katakanlah,

Saya akan ijinkan penolakan, menerima perendahan, dan bahkan akan saya ikhlaskan penghinaan kepada saya,
kalau itu akan menjadikan saya bersungguh-sungguh untuk memuliakan diri saya.

Mario Teguh - Loving you all as always

DAMAI WALAU DIREMEHKAN

DAMAI WALAU DIREMEHKAN

Sahabatku yang baik hatinya, niatkanlah ini …

Tuhanku Yang Maha Berkuasa,

Aku tahu bahwa tak ada apa dan siapa pun
yang bisa merendahkanku,
jika Engkau berkehendak meninggikanku,
dan demikian juga jika Engkau ingin merendahkanku.

Sesungguhnya ketinggian derajatku
ditentukan oleh kebeningan hatiku,
kejernihan pikiranku, dan keindahan perilakuku.

Dan aku mengerti,
bahwa orang yang meremehkanku itu -
Engkau kirim untuk menguji keberserahanku kepadaMu.

Karena, jika aku masih berharap kepada selainMu,
aku akan marah dan kecil hati
karena seolah ada orang yang bisa merendahkanku tanpa ijinMu.

Aku mencintaiMu, berharap hanya kepadaMu,
dan sepenuhnya berserah kepadaMu,
maka aku mohon Engkau memberhasilkan aku hari ini
untuk menjadi pribadi yang tetap damai walau diremehkan.

Aku hidup dalam rencana Tuhan. Aku tidak remeh.

Aamiin

--------------------------

Jika karena kesibukan,
Anda tidak sempat menuliskan ‘Aamiin’,
Anda dapat me-‘Like’ status ini
sebagai tanda kesertaan Anda
dalam doa dan harapan kita bersama
hari ini.

Terima kasih dan salam super,

Mario Teguh – Loving you all as always

Kamis, 08 Desember 2011

mario teguh

Engkau yang muda dan besar impiannya,
tapi yang sedang digalaukan
oleh ketidak-pastian masa depannya,
dengarlah ini …

Jagalah impianmu tetap besar,
jadikanlah hatimu lebih kuat daripada keraguanmu,
pastikanlah kesungguhan kerjamu juga sebesar impianmu,
dan ikhlaslah bekerja keras dan jujur
dalam pekerjaan yang sederhana,
tapi yang menuntunmu menuju impianmu.

Syukurilah kesederhanaan dalam diri dan pekerjaanmu,
karena rasa syukurmu adalah penghubung
antara kerja kerasmu dengan kemurahan Tuhan Yang Maha Kaya.

Jujurlah, rajinlah, dan bersabarlah.

Engkau akan sampai.

Mario Teguh - Loving you all as always

monic

 

Sri Yoshi Copyright © 2011 Girl Music is Designed by Ipietoon Sponsored by web hosting